Harimau di Hari Kesepuluh
Cerpen karya Zakariyyā Tāmir diterjemahkan oleh Herpin Nopiandi Khurosan
Hutan telah menjauh dari harimau yang tertawan dalam kandang. Namun, harimau tak mampu melupakan hutan. Dengan marah ia melihat para lelaki mengelilingi kandangnya. Mata para lelaki itu memandangnya dengan rasa ingin tahu dan tanpa sedikit pun rasa takut. Salah satu dari mereka berkata dengan tenang seraya memerintahkan, “Jika kalian sungguh-sungguh ingin mempelajari bagaimana aku bekerja dan ingin menjadi pawang yang baik, kapan pun janganlah sekali-kali kalian lupa bahwa perut adalah target utama untuk menaklukkan. Kau akan tahu bahwa perkara menaklukkan hewan itu sulit namun, sekaligus mudah dilakukan.”
“Sekarang lihatlah harimau itu. Harimau itu ganas dan angkuh. Ia begitu bangga dengan wibawa, kekuatan, dan kekuasaannya. Akan tetapi ia akan berubah menjadi lemah-lembut dan penurut seperti anak kecil. Amatilah bagaimana sikapnya ketika memiliki makanan dan ketika tak memiliki makanan. Pelajarilah!»
Para lelaki itu segera bertindak oleh perkataan itu, menunjukkan bahwa mereka siap menjadi murid yang baik dalam mendalami profesi pawang binatang.
Pawang senior itu tersenyum penuh kegembiraan kemudian ia berkata pada harimau tersebut dengan nada sedikit mengejek, “Apa kabar, wahai tetangga yang mulia?”
Sang Harimau menjawab, “Bawakan makanan, sudah tiba waktuku makan.”
Sang Pawang menghardik dengan dahsyat yang dibuat-buat, “Kamu memerintahku sedangkan kamu berada dalam kandang? dasar harimau lucu! Kamu harus sadar, akulah satu-satunya yang berhak memerintah di sini!”
Harimau itu berkata, “Tak ada satu pun yang berhak memerintahku.”
Sang Pawang menjawab, “Akan tetapi, sekarang kamu bukan harimau. Kamu harimau ketika di hutan namun, sekarang kamu berada di dalam kandang. Kamu hanyalah seorang budak yang harus mematuhi dan melakukan apa yang aku mau.”
Dengan marah harimau itu berkata, “Aku tak akan menjadi budak siapa pun.”
“Kamu terpaksa harus menaatiku karena akulah yang memiliki makanan,” ujar Sang Pawang.
“Aku tak ingin makananmu.”
“Bertingkahlah sesukamu, aku tak akan memaksamu melakukan apa yang tak kamu inginkan,” ujar Sang Pawang.
Ia kemudian berkata ke murid-muridnya. “Kalian akan melihat bagaimana harimau itu akan berubah. Kepala yang terangkat tak akan mengenyangkan perut yang lapar. Harimau itu lapar dan dengan sedih ia mengingat hari-hari tatkala ia seperti angin, berlari tanpa batas mengejar mangsanya.”
***
Pada hari kedua Sang Pawang datang bersama murid-muridnya mengerumuni kandang harimau. Ia berkata, “Apakah kamu tidak lapar? Kamu pasti lapar. Lapar yang menyiksa dan menyakitkan. Katakanlah jika kamu lapar, maka kamu akan memperoleh daging yang kamu inginkan.”
Harimau itu bergeming, Sang Pawang melanjutkan perkataannya, “Lakukan apa yang kuucapkan, jangan bodoh. Akui bahwa kamu lapar, maka kamu akan kenyang.”
“Aku lapar,” jawab harimau itu.
Tergelaklah Sang Pawang itu kemudian berujar pada murid-muridnya, “Dia telah terjatuh dalam perangkap di mana ia tak akan bisa melarikan diri. Aku atur dia atau aku perintahkan dia, maka dia akan memperoleh daging yang banyak.”
***
Pada hari ketiga Sang Pawang berkata pada harimau, “Jika kamu ingin makan, maka turuti perintahku.”
“Aku tak akan menurutimu,” jawab Sang Harimau.
“Jangan terburu-buru, permintaanku sederhana sekali. Sekarang kamu jalanlah melingkar. Ketika aku bilang berhenti, berhentilah.
Harimau itu berkata pada dirinya sendiri, “Ini permintaan yang benar-benar sepele, aku tak perlu keras kepala dan kelaparan.”
Sang Pawang berteriak dengan nada keras memerintah, “Berhenti!”
Sang Harimau membatu dengan seketika.
Sang Pawang berkata dengan girang dan bangga, “Bagus sekali.”
Sang Harimau senang, ia makan dengan rakusnya. Di sampingnya Sang Pawang berkata pada murid-muridnya, “Dalam beberapa hari ia akan menjadi harimau kertas.”
***
Di hari keempat Sang Harimau berkata pada Sang Pawang, “Aku lapar, mintalah aku berhenti.”
Sang Pawang berkata pada murid-muridnya, “Lihatlah, ia mulai menyukai perintahku.” kemudian Sang Pawang berbicara kepada harimau, “Kamu tak akan makan kecuali kamu mau menirukan meong kucing.”
Harimau pun menirukan meong kucing. Menyeringailah Sang Pawang kemudian ia berkata dengan mengerikan, “Peniruanmu gagal. Apakah kamu pikir menggeram itu sama dengan mengeong?”
Harimau pun menirukan suara kucing untuk kedua kalinya namun, wajah Sang Pawang tetaplah suram. Sang Pawang berkata dengan maksud menghina, “Diam! Diamlah! Peniruanmu masih gagal. Hari ini akan aku habiskan untuk melatihmu meniru suara kucing. Besok adalah hari ujianmu. Jika kamu lolos kamu akan makan, jika tidak kamu tak makan.”
Sang Pawang berjalan dengan lambat menjauhi kandang. Murid-muridnya mengikuti di belakang sambil berbisik-bisik dan tertawa-tawa.
Sang Harimau memanggil-manggil hutan, meminta pertolongan. Namun hutan tak kunjung datang.
***
Di hari kelima Sang Pawang berkata pada Sang Harimau, “Jika kamu berhasil menirukan suara kucing, kamu mendapatkan sepotong besar daging segar.”
Sang Harimau menirukan suara kucing dan Sang Pawang menepuknya. Ia berkata dengan senang, “Luar biasa! Kamu mengeong seperti kucing di bulan Februari.”
Dilemparkanlah kepada Sang Harimau sepotong besar daging segar.
***
Pada hari keenam tatkala Sang Pawang mendekat, Sang Harimau menirukan suara kucing. Akan tetapi Sang Pawang menjadi gelap, muram, dan mengerutkan dahi.
Sang Harimau berkata, “Aku telah menirukan suara kucing.”
“Tirulah ringkikan keledai,” jawab Sang Pawang.
Sang Harimau berkata dengan ketus, “Aku adalah harimau yang ditakuti binatang-binatang di hutan namun, kini aku harus menirukan ringkik keledai? Apa tidak salah? Aku lebih baik mati daripada menuruti perintahmu.”
Sang Pawang menjauhi kandang harimau tanpa berkata sepatah kata pun.
***
Tepat seminggu saat Sang Pawang mendekati kandang harimau dengan wajah lemah-lembut. Ia berkata pada Sang Harimau, “Apakah kamu tak ingin makan?”
“Aku ingin makan,” jawab Sang Harimau
“Daging yang akan kamu makan ada harganya. Meringkiklah seperti keledai maka kamu akan memperoleh makanan.”
Sang Harimau kembali mengingat hutan, tapi tak ada gunanya. Ia bergegas meringkik dengan menutup kedua matanya. Sang Pawang malah berkata, “Ringkikanmu tak berhasil, tapi aku akan memberikanmu sepotong daging sebagai bentuk simpatiku.”
***
Pada hari kedelapan Sang Pawang berkata, “Aku akan menyampaikan pidato. Ketika aku selesai berpidato, bertepuk-tanganlah.”
“Aku akan bertepuk tangan.” kata Sang Harimau
Sang Pawang mulai berpidato, ”Hadirin sebangsa dan setanah air, di berbagai kesempatan kita telah memperjelas posisi kita pada setiap permasalahan yang sangat penting. Posisi kita yang pasti dan jelas tidak akan berubah bahkan jika kekuatan-kekuatan musuh berkonspirasi. Aku yakin, kita pasti akan menang.”
“Aku tak paham apa yang kamu katakan,” ujar Sang Harimau.
“Kamu harus takjub pada semua yang aku katakan dan bertepuk tangan untuk itu,” jawab Sang Pawang.
“Maaf, aku bodoh dan tak berpendidikan. Perkataanmu sungguh luar biasa. Aku akan bertepuk tangan seperti yang kamu mau.”
Sang Harimau bertepuk tangan kemudian Sang Pawang berkata, “Aku tidak suka kemunafikan dan orang-orang munafik. Sebagai hukuman, aku tak akan memberimu makan.”
***
Pada hari kesembilan Sang Pawang membawa seikat rumput dan melemparkannya kepada Sang Harimau.
“Makanlah.”
“Apa ini? Aku pemakan daging,” ujar Sang Harimau.
“Mulai hari ini kamu hanya akan makan rumput.”
Tatkala Sang Harimau menjadi sangat lapar, ia mencoba memakan rumput itu. Ia terkejut dengan rasanya kemudian menjauh dari rumput itu dengan rasa jijik. Namun ia kembali lagi. Ia mulai menerima rasa rumput itu sedikit demi sedikit.
***
Pada hari kesepuluh Sang Pawang, murid-muridnya, Sang Harimau, dan kandang menghilang. Sang Harimau menjadi warga negara dan kandang menjadi kota.
***
Zakariyyā Tāmir lahir pada tahun 1931 di Damaskus, Suriah. Ia merupakan salah satu penulis besar Suriah yang terkenal melalui cerita-cerita pendeknya. Selain itu, ia juga dikenal sebagai salah satu penulis sastra anak terbesar di dunia Arab. Kisah-kisah Tāmir banyak berupa kisah satir terhadap permasalahan sosial, politik, dan kemanusiaan.
Herpin Nopiandi Khurosan menerjemahkan beberapa cerita pendek dan cerita bersambung. Terjemahannya terbit di beberapa media, seperti Kompas.id, Bacapetra.co, Palembang Ekspres, dan lain sebagainya. Pada tahun 2020, ia menjadi juara ketiga nasional lomba penulisan cerpen yang diadakan oleh Centre for Orangutan Protection. Saat ini bergiat di Sanggar EKS dan mengajar di Universitas Diponegoro.