Puisi Akhmad Sekhu
Kasidah Kereta di Ujung Malam
Dari kejauhan sayup-sayup terdengar peluit kereta dibunyikan
Di ujung malam. Segala keluh kesah telah didedahkan ke dalam
Sebuah wadah bernama kepasrahan. Tapi tetap ada yang tertinggal
Kenangan kelam mengental dan tak bisa dihilangkan begitu saja
Sementara itu, ada yang terseok-seok menyeret penuh keterpaksaan
Langkah terburu-buru menempuh perjalanan. Padahal sudah tak ada
Jadwal kereta untuk keberangkatan, karena semua karcis telah habis
Diborong orang yang hidupnya hanya memuaskan nafsu kekuasaan
Adapun, waktu terus melaju dan tak seorang pun dapat menghentikannya
Seperti usia yang terus menua. Juga rambut yang mulai banyak beruban
Sebagai sebuah pengingat tentang hidup yang begitu sangat singkat
Tak ada kata terlambat, meski kita telah menautkan semua impian dan harapan
Karena masa depan tak dapat ditebak dimana kita dapat meraih kegemilangan
Kita adalah manusia yang terus berusaha untuk tak melakukan hal yang sia-sia
Dukuh Karangjati, Munjung Agung, Kramat-Tegal, 2021
Memo Kegelisahan untuk Jayabaya
Kegelisahan yang dicurahkan dalam lembaran-lembaran kertas buram
Tahun ganjil yang membuatnya menggigil bukan karena kedinginan
Melainkan kekalutan, keresahan, kekhawatiran yang teramat getir.
“Tapi kita harus tetap semangat, ” katamu tampak bertopang dagu
Karena masih dibelenggu ragu, juga diayun ketidakpastian zaman
Yang berkepanjangan. Berbagai potret yang selalu kita perlihatkan
Adalah hasil editan yang mengganti bingung dengan sedikit senyum
Menggantung di awang-uwung, betapa kaku tanpa ekspresi apa-apa
Karena masih saja digelayuti ketakutan demi ketakutan akan datangnya
Kematian, meski sudah tahu setiap yang bernyawa pasti akan mati.
“Tapi kita harus tetap maju, ” katamu tampak menghentikan langkah
Karena masih dibayangi rasa ngeri, juga memberat beban di pundak
Berkas-berkas tugas yang tak pernah terselesaikan dengan tuntas
Mengganjal di hati penuh sesal tak tersembuhkan sekedar kata maaf
Telah berurat batu segala tindakan yang tak sesuai dengan ucapan
Mengutuk waktu yang sebenarnya tetap berjalan sebagaimana biasanya
Sungguh tak terampun meski permohonan terus-menerus dipanjatkan
Kegelisahan telah sekian lamanya dicurahkan dalam lembaran-lembaran
Kertas buram, kemudian dibacakan menjadi gumpalan-gumpalan ramalan
Berjuta mata hati tak juga dapat menangkap tanda-tanda zaman yang tersirat
Pengadegan, Pancoran, Jakarta Selatan, 2021